untuk perbaikan silahkan berikan masukan,kritik,dan sarannya terhadap konten maupun blog ini di komentar atau buku tamu

Sunday, January 19, 2014

Kuasa The Fed Atas Perekonomian Indonesia

The Fed dan Kekuatan Ekonomi AS
www.themoneymasters.com

The Fed atau Fedral Reserve merupakan bank sentral Amerika Serikat yang telah berdiri sejak tahun 1913. Salah satu tugas utamanya adalah menyelenggarakan kebijakan moneter negara dengan mempengaruhi kondisi moneter (jumlah uang beredar baik aktif maupun pasif) dan kredit dalam ekonomi dengan tujuan penyerapan tenaga kerja maksimal, harga yang stabil, serta tingkat suku bunga jangka panjang yang moderat [1]. Dengan kata lain, The Fed bisa mengendalikan jumlah uang dolar Amerika yang diseluruh dunia ini dengan berbagai instrumen kebijakannya.

Seperti yang kita ketahui, Amerika Serikat merupakan negara super power dengan kekuatan ekonomi yang besar. Hal ini dikarenakan AS memikli tingkat PDB tertinggi di dunia, meskipun mungkin Uni Eropa memiliki PDB yang hampir sama,
tetap saja jumlah penduduk negara perserikatan ini jauh lebih banyak. Begitu banyaknya negara-negara di dunia yang melakukan transaksi bisnis dengan AS, sehingga mata uang dollar Amerika dapat diterima diseluruh dunia menyamai peran emas[2]. Dengan diterima luasnya dolar Amerika sebagai alat tukar perdagangan antar negara, dolar AS bisa membeli barang dan jasa di seluruh muka bumi ini. Otomatis setiap negara harus memiliki dolar AS agar bisa bertransaksi dengan negara lain, bahkan negara musuh AS sekalipun. Hampir semua negara di dunia saat ini menjadikannya sebagai alat penyimpan kekayaan atau devisa negara yang utama. David joy, Kepala strategi Pasar Ameriprise Financial Inc, berpendapat “Perekonomian AS menguasai sekitar 20 persen perekonomian global. Apapun yang terjadi di AS akan dirasakan di seluruh dunia”.  Perekonomian AS sejak dulu adalah kekuatan besar dalam perekonomian dunia sehingga muncul pepatah “jika AS bersin, yang terkena pilek adalah Eropa”. Pepatah tersebut berasal dari tahun 1929 ketika Wall Street jatuh dan dampaknya terasa hingga Eropa[3]. Celakanya, kekuatan dolar AS yang begitu besar dikendalikan oleh satu instansi yang bahkan pemerintah AS sendiri tidak dapat campur tangan di dalam pembuatan kebijakannya, yakni The Fed.

Bagaimana Perekonomian Indonesia?

Di jaman globalisasi ini, perekonomian antar negara semakin terkait satu sama lain. Bisnis semakin mengglobal dengan arus barang, jasa, modal dan tenaga kerja yang semakin bebas lintas batas negara. Tidak terkecuali di negara kita, Indonesia. Indonesia termasuk negara yang sangat aktif di dalam kegiatan bisnis internasional. Terbukti dengan banyaknya kerjasama ekonomi internasional yang di jalinnya seperti, APEC, AEC, OEEC, kerjasama Indonesia-Australia, Kerjasama Indonesia-China dsb. 
Jika dilihat dari sisi pasar barang dan jasa, hal ini dikarenakan banyaknya kebutuhan dalam negeri yang tidak terpenuhi oleh industri dalam negeri sehingga harus impor , selain itu juga perlunya industri dalam negeri untuk melakukan ekspor dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Dari sisi pasar modal, Indonesia merupakan negara yang sangat menguntungkan untuk berinvestasi dengan berbagai alasan seperti melimpahnya usia kerja yang terampil, tenaga kerja yag murah, stabilitas politik, melimpahnya sumber daya alam serta besarnya pangsa pasar ekonomi kelas menengah sehingga banyak arus modal asing yang masuk ke Indonesia. 
Konsekuensi dari itu semua adalah ketergantungan perekonomian kita terhadap pasar global sangat besar demikian pula dengan kebutuhan kita akan dolar AS sebagai alat transaksi. Bank Indonesia mencatat cadangan devisa Indonesia pada akhir Desember 2013, sebesar 99,4 miliar AS atau setara dengan 1.192,8 triliun rupiah (kurs 12.000). cadangan devisa tersebut dapat cukup untuk membiayai 5,6 bulan impor atau 5,4 ekspor dan pembayaran utang luar negeri[4]. Lalu bagaimana seandainya harga dolar turun? Tentunya cadangan devisa negara kita akan ikut turun dan kemampuan kita untuk impor barang berkurang kemudian terjadi akibat beruntun bagi perekonomian dalam negeri. Demikian pula jika dolar menguat terhadap rupiah akan berdampak buruk terhadap perekonomian dalam negeri. Sekali lagi itu semua dikendalikan oleh The Fed.

Cara The Fed mempengaruhi perekonomian Indonesia?

Kita semua tentunya kini ikut merasakan bagaimana dampak melemahnya rupiah terhadap dolar AS. Bagaimana ini semua bisa terjadi? Nilai tukar sebuah mata uang ditentukan oleh relasi penawaran-permintaan (supply-demand) atas mata uang tersebut. Jika permintaan atas sebuah mata uang meningkat, sementara penawarannya tetap atau menurun, maka nilai tukar mata uang itu akan naik. Kalau penawaran sebuah mata uang meningkat, sementara permintaannya tetap atau menurun, maka nilai tukar mata uang itu akan melemah. Dengan demikian, Rupiah melemah karena penawaran atasnya tinggi, sementara permintaan atasnya rendah. Memang ada banyak faktor yang menyebabkan melemahnya tingkat permintaan atas rupiah. 
Namun dalam kasus melemahnya rupiah terhadap dolar AS saat ini dikarena keluarnya sejumlah besar investasi portofolio (surat berharga atau jenis uang pasif) asing dari Indonesia. Keluarnya investasi portofolio asing ini menurunkan nilai tukar Rupiah, karena dalam proses ini, investor menukar Rupiah dengan mata uang negara lain untuk diinvestasikan di negara lain. Artinya, terjadi peningkatan penawaran atas Rupiah. Adapun indikasi dari keluarnya investasi portofolio asing ini bisa dilihat dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang cenderung menurun seiring dengan kecenderungan menurun dari Rupiah[5].

Mengapa investor bisa secara serentak bereaksi untuk mengalihkan dana investasi mereka ke negara AS? Alasan yang sering disebut adalah karena rencana the Fed (bank sentral AS) untuk mengurangi Quantitative Easing (QE). Rencana ini dinyatakan oleh Ketua the Fed, Ben Bernanke, di depan Kongres AS pada 22 Mei 2013. Tidak lama setelah itu, mata uang di beberapa negara emerging markets (negara berkembang yang sedang mengalami pertumbuhan ekonomi dengan cepat} pun anjlok. Yang dimaksud dengan QE di sini adalah program the Fed untuk mencetak uang dan membeli obligasi atau aset-aset finansial lainnya dari bank-bank di AS. Program ini dilakukan untuk menyuntik uang ke bank-bank di AS demi pemulihan diri pasca-krisis finansial 2008.

Rencana pengurangan QE memberikan pesan bahwa ekonomi AS menyehat. Karenanya, nilai tukar obligasi dan aset-aset finansial lain di AS akan naik. Inilah ekspektasi para investor portofolio yang mengeluarkan modalnya dari negara-negara emerging markets. Mereka melihat bahwa di depan, investasi portofolio di AS akan lebih menguntungkan daripada di negara-negara emerging markets. Dalam tiga bulan terakhir, yield obligasi jangka panjang pemerintah AS sendiri telah naik. Sebagai contoh, yield obligasi 10-tahun pemerintah AS yang menjadi benchmark, naik sekitar 125 bps dalam tiga bulan terakhir[6].

Ketika Kepala Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) Ben Bernanke berucap, seluruh dunia seakan-akan mengikuti ucapannya. Pasar saham di seluruh dunia akan bergerak mengikuti komentar Bernanke yang menjadi penanda kebijakan moneter AS. Tapi The Fed (atau bank sentral manapun) bukanlah orang bijak, penyelamat, apalagi peramal namun ucapannya mempunyai pengaruh yang luar biasa besar terhadap pasar. Prediksi pasar mengenai komentar yang bahkan belum diucapkan Bernanke bisa membuat pasar Asia jatuh atau malah naik[7].

Dampak melemahnya rupiah terhadap perekonomian Indonesia

Ketika rupiah melemah berbagai akibat akan secara cepat bisa dirasakan di pasar barang dan jasa, khususnya di Indonesia. Dampak yang paling mencolok adalah melambungnya harga komoditi impor karena harga komoditi impor di patok dengan mata uang negara asal. Jika mata uang negara tujuan jatuh maka harga komoditi impor  akan naik. Kenaikan harga barang impor akan menyebabkan inflasi dalam negeri karena di Indonesia masih banyak barang konsumsi, alat produksi maupun bahan baku yang di impor. Dari data BPS, kita bisa lihat inflasi di bulan Juni adalah 1,03 persen, lalu meningkat menjadi 3,29 persen pada Juli. Sementara, pada bulan Agustus, inflasi menurun menjadi 1,12 persen. Inflasi tahun kalender (Januari-Agustus) 2013 adalah 7,94 persen dan ini merupakan inflasi tahunan tertinggi sejak 2009[8]. Jika terjadi inflasi maka daya beli konsumen akan menurun. Perekonomian akan lesu. Karena menurunnya penjualan serta tekanan utang luar negeri, akan banyak terjadi PHK bahkan bisa jadi perusahaan akan tutup. Selanjutnya jumlah daftar orang miskin dan pengangguran meningkat. Dampak lainnya yang tak kalah penting adalah naiknya utang luar negeri. Ketika rupiah melemah 10% misalnya, maka utang luar negeri akan meningkat sebesar 10% juga. Itu karena pembayaran utang luar negeri harus menggunakan uang negara asalnya.

Begitulah cara The Fed mempengaruhi perekonomian Indonesia. Apapun kebijakan dari the Fed akan berpengaruh besar khususnya bagi negara-negara emerging market. Apa yang dipaparkan di atas baru gejala masalah yang muncul di permukaan. Kita belum membahas “akar masalah” yang sesungguhnya. Mengapa itu semua bisa terjadi?. Tentunya akan membutuhkan penjelasan yang panjang dan lebar. Untuk itu, sebagai saran dari penulis kita harus mulai mengurangi ketergantungan terhadap mata uang dolar AS yang memiliki volatiitas dan resiko tinggi. Kita bisa menggantinya dengan mata uang non dolar, seperti Euro, Yen dan Pounsterling atau Emas yang sudah terbukti tak pernah mengalami penuruan nilai dan sangat stabil. Selain itu, kita harus banyak menyerap modal dari dalam negeri agar tidak mudah terpengaruh dengan mobilitas modal asing. Terakhir memperkuat industri dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan pasar adalah solusi untuk mengurangi ketergantungan impor yang berlebih sehingga neraca perdagangan kita akan surplus.




[1] Fedral reserve system. Wikipedia.org
[2] Sutan Dijo. “Trend Mata Uang Dollar Amerika Serikat”. Kompasiana.com. 18 Januari 2013.  http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2010/02/07/trend-matauang-dolar-amerika-serikat-69526.html
[3] Faisal Maliki Baskoro.”Bagaimana Benanke Membuat Seluruh Pasar Modal Tunduk Padanya”. Beritasatu.com.20 Januari 2014. http://www.beritasatu.com/pasar-modal/130675-bagaimana-bernanke-membuat-seluruh-pasar-modal-tunduk-padanya.html
[4] Citro Atmoko. “Cadangan Devisa Indonesia 99,4 Miliar Dolar”. www. Antaranews.com. 19 Januari 2014. http://www.antaranews.com/berita/413105/cadangan-devisa-indonesia-994-miliar-dolar
[5] Mohamad Zaki Hussein.”Krisis Mata Uang Rupiah 2013:Penyebab dan Dampaknya”. Indoprogres.com. 18 Januari 2014.  http://indoprogress.com/krisis-mata-uang-rupiah-2013-penyebab-dan-dampaknya/
[6] Ibid [5]
[7] Ibid [3]
[8] Badan Pusat Statistik, “Indeks Harga Konsumen dan Inflasi Bulanan Indonesia,” http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=2&tabel=1&daftar=1&id_subyek=03&notab=7.

No comments:

Post a Comment